Jum'at, 26-04-2024 | Welcome Guest | RSS
MAN2.UCOZ.COM
Home | Blog | Registration | Login
» Site menu

» Tag Board
500

Main » 2009 » Maret » 12 » ZIONIS&HOLLYWOOD
ZIONIS&HOLLYWOOD
12:51

Sinema AS Penyebar Rasialisme

Fenomena rasialisme sudah ada di sepanjang sejarah manusia. Di abad ke-20, fenomena ini juga ada di sejumlah negara dalam bentuknya yang resmi; sebagaimana istilah "apartheid" pertama kali digunakan pada tanggal 26 Maret 1943 dalam tajuk rencana Koran "Die Burger" Afrika Selatan, dan setelah itu ia menjadi bahan pembahasan di berbagai lembaga dunia. Peristiwa-peristiwa politik di abad ke-20, yang berpijak pada idiologi rasialisme, telah membuka peluang munculnya filem-filem tentang hal ini. Akan tetapi, sebelum filem, radio dan media cetak sudah berperan dalam mempropagandakan idiologi ini, di masa Perang Dunia I dan II. Kemudian secara bertahap, filem menggeser posisi radio dan media cetak dalam melanjutkan propaganda tersebut.

Jika kita cermati dengan teliti maka kita akan sampai pada kesimpulan bahwa dalam perannya sebagai alat propaganda, filem selalu digunakan oleh berbagai perusahaan AS yang menggambarkan etnis dan bangsa-bangsa lain yang tidak sejalan dengan mereka, dengan gambaran-gambaran yang sangat negatif dan buruk. Selama bertahun-tahun, kondisi seperti ini berjalan di dalam filem-filem Western, berkenaan dengan bangsa kulit merah yang sesungguhnya merupakan penduduk asli Benua Amerika. Di dalam filem-filem ini, bangsa kulit merah selalu ditampilkan sebagai manusia-manusia buas, liar, tak berperadaban, dan selalu mengganggu kehidupan bangsa kulit putih, yang sebenarnya merupakan pendatang di benua ini.

Sebaliknya, filem-filem tersebut selalu menggambarkan bangsa kulit purih sebagai manusia-manusia berperadaban tinggi, berwatak tenang dan penuh kasih sayang, dan selalu menjadi sasaran serangan oleh bangsa kulit merah yang buas dan liar itu, sehingga terpaksa bangsa kulit putih ini membunuh mereka dalam rangka membela diri. Filem-filem yang dibuat di tahun-tahun 30, 40 hingga 50, penuh dengan kisah-kisah seperti itu. Filem-filem yang, menurut istilah yang dikenal, mengatakan bahwa bangsa kulit merah yang baik adalah bangsa kulit merah yang sudah mati. Padahal sejarah yang ada membuktikan kondisi yang sepenuhnya kebalikan dari pemandangan yang ditampilkan oleh filem-filem tersebut.

Setelah beberapa tahun berlalu, muncul pula segelintir pruduser filem di Barat yang agak jujur, yang pada akhirnya sampai pada kesimpulan bahwa filem-filem tersebut telah membuat kebohongan dan distorsi sejarah. Mereka ini kemudian membuat pula filem-filem yang mengungkapkan sebagian fakta yang ada. Sebagaimana John Ford dalam filemnya "Cheyenne Autumn" (Musim Gugur Suku Cheyenne) menayangkan kejahatan tak terperikan Jenderal Custer dan para anak buahnya terhadap bangsa kulit merah.

Berkenaan dengan bangsa kulit hitam pun, berlaku pula pengalaman sejarah yang sama dalam filem-filem Hollywood, dimana sejumlah produser dan sutradara, berusaha menggambarkan bahwa pembunuhan dan pembakaran orang kulit hitam sebagai perbuatan suci dan perjuangan mencapai kebebasan bangsa kulit putih. Di abad ke-20, banyak filem telah dibuat, yang selain menyedot banyak penonton, juga memperoleh penghargaan-penghargaan semacam "Oscar", sehingga menaikkan popularitasnya. Dalam filem-filem ini digambarkan bahwa perbudakan adalah sesuatu yang wajar, dan sebaiknya orang kulit hitam mengabdi kepada tuan-tuan kulit putih mereka dengan sejujur-jujurnya. Sebaliknya, orang kulit hitam pemberontak, sama sekali tidak ada harganya dan harus dihukum seberat mungkin. Filem paling terkenal dalam hal ini ialah berjudul "Gone With The Wind" karya Victor Flaming, di tahun 1939.

Pandangan rasialisme ini, di filem-filem Hollywood dekade 60 dan 70, menjadikan pula sejumlah negara yang berbenturan dengan AS, baik dalam masalah politik maupun militer, sebagai sasarannya. Sebagai contoh, berkenaan dengan kisah perang Vietnam, telah dibuat sejumlah besar filem, yang menggambarkan kebuasan dan kekejaman bangsa Vietkong. Tak usahlah kita berbicara tentang filem-filem hiburan dan murahan sejenis Rambo, akan tetapi filem-filem yang disebut sebagai filem ilmiah dan bernilai seni tinggi di Barat, juga tidak bersih dari idiologi rasialisme ini. Umpamanya, dalam filem berjudul "Deer Hunter" (Pemburu Kijang), bangsa Vietnam digambarkan sebagai orang yang berwatak kasar, yang memaksa para tahanan AS untuk melakukan permainan "Rolet Rusia". Atau dalam filem "Apocalypse Now" yang mengisahkan seorang jenderal penentang politik perang AS di Vietnam, yang merekrut sejumlah orang dan membentuk kelompok penentang militer AS. Di filem tersebut digambarkan Si Jenderal tersebut sebagai orang yang gila, dan semua anak buahnya terdiri dari orang Vietnam dan Kamboja, yang hidup dan berperang dengan cara yang sangat liar dan kejam.

Dalam beberapa dekade terakhir, gerakan rasialisme Hollywood mengalami kemajuan pesat dan menemukan dimensi-dimensi barunya. Gerakan ini sedemikian pesat dan luas, sehingga dapat disebut sebagai "Perjuangan Media Massa" yang sasarannya mengarah kepada muslimin, Arab dan Iran. Sebagai contoh, meskipun bangsa Arab sudah berabad-abad hidup di kota-kota besar dan moderen, seperti, Makkah, Madinah, Jeddah, Rabat, Aljier, Damaskus, Baitul Maqdis, Beirut, dan lain-lain, dan peradaban mereka masih ada hingga sekarang, akan tetapi filem-filem Barat tetap saja berusaha meyakinkan kepada para penontonnya bahwa orang-orang Arab adalah bangsa yang hidup ditenda-tenda padang pasir.

Mayoritas filem, bahkan chanel-chanel TV di Barat, terutama AS, menggambarkan orang-orang Arab dan muslimin, sebagai orang yang fanatik dan ekstrim, yang tidak memiliki sikap moderat dan tidak mau menerima keyakinan agama orang lain. Akan tetapi fakta dan bukti-bukti sejarah menunjukkan hal yang berlawanan dengan itu, dan menjelaskan bahwa muslimin selalu memiliki sikap lapang dada dan toleransi yang luas terhadap para pengikut agama lain. Jika kita lihat bahwa pemegang peran utama di Hollywood adalah para Yahudi dan pendukung zionis, maka penayangan gambaran-gambaran negatif tentang bangsa Arab dan muslimin di dalam filem-filem Hollywood, bukanlah sesuatu yang mengherankan.

Neal Gabler, seorang Yahudi, penulis buku "An Empire of Their Own" ketika berbicara tentang sejarah pendirian Hollywood, menulis sebagai berikut, "Kamilah yang mendirikan industri perfileman, dan mulai mengoperasikannya dengan kaum Yahudi Eropa Timur. Setelah filem-filem yang dapat dipercaya dan bisa diterima, dibuat, maka Hollywood menjadi perhatian yang menarik bagi para penulis Yahudi. Kaum Yahudi pulalah yang mendirikan perusahaan-perusahaan filem besar seperti "Kolombia", "Metro Goldwyn Mayer" "Paramount Pictures" "Universal Pictures" dan "20th Century FOX ".

Rasialisme di AS mengalami peningkatan yang besar karena keberadaan kaum zionis yang menguasai industri perfileman di negara ini. Bahkan di dalam program-program hiburan, baik komedi, pentas-pentas sandiwara, filem-filem serial, berita dan acara-acara anak-anak, mereka menyebarkan pula gambaran-gambaran yang sudah diputar balik berkenaan dengan kaum Arab, muslimin dan ajaran Islam. Di dalam program-program tersebut, sering kali diselipkan adat istiadat dan upacara-upacara keagamaan bangsa Arab, yang mayoritas muslimin, dengan cara yang sangat menghina dan merendahkan.

Sayangnya arus deras destruktif, yang menumbuhkan ekstrimitas etnis dan agama, di dalam filem-filem yang diputar di seluruh dunia ini, sempat mempengaruhi jiwa dan mental jutaan penontonnya, sehingga membuat mereka memandang para penganut agama lain dan berbagai bangsa di luar mereka, yang menjadi sasaran propaganda beracun di dalam filem-filem Barat, dengan pandangan buruk.

Views: 1007 | Added by: Elbadru | Rating: 0.0/0 |
Total comments: 0
Only registered users can add comments.
[ Registration | Login ]
» Login form

» Calendar
«  Maret 2009  »
SuMoTuWeThFrSa
1234567
891011121314
15161718192021
22232425262728
293031

» Search

» Statistics

Total online: 1
Guests: 1
Users: 0


Copyright ISK © 2009
Powered by uCoz